Selasa, 19 Oktober 2010

Hukum adat di Aceh


Dari berbagai lembaga adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh, 
1.      Mukim Gampong 
2.      Tengku Imum Gampong
3.      Geuchiek
4.      Tuha peuet
5.      Tuha Lapan
6.      Keujruen Blang
Keujreuen balang, memegang peranan penting dalam bidang pertanian di Aceh, berfungsi untuk mengatur jadwal tanam dan tata cara bertani yang serentak. Permulaan turun ke sawah dimulai dengan kenduri turun ke sawah (khanduri blang). Sebelum kenduri dilaksanakan, keujruen blang akan memberitahukan kepada setiap petani untuk melakukan kenduri di tempat-tempat tertentu


Selain perangkat adat sebagaimana dikemukakan di atas, maka ada beberapa nilai-nilai budaya yang masih hidup dan berkembang baik dalam masyarakat Gampong Meunasah Dayah Blang Seurekuy Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara yaitu:
1.      Khanduri Maulod
Kenduri Maulid oleh masyarakat Aceh dianggap sebagai suatu tradisi. Hal itu didasarkan pada pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan. Penyelenggaraan kenduri maulid dapat dilangsung-kan kapan saja asal tidak melewati batas bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal, tepatnya mulai tanggal 12 Rabiul Awal sampai tanggal 30 Jumadil Awal.
2.      Ba Bu Kulah
Bu Kulah yaitu nasi putih yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk Piramid di dalam hidang yang dibawa oleh pihak orang tua si suami yang dilakukan sewaktu seorang istri hamil 7 bulan.
3.      Peucicap
Dilakukan pada hari ke-7 setelah bayi dilahirkan, yaitu kepada bayi tersebut dicicipi Madu Lebah, Kuning Telur dan Air Zam-zam.Oleh pihak orang tua si suami dibawakan seperangkat keperluan bayi tersebut, yaitu ija (kain) ayunan, ija geudong (kain pembalut) bayi, ija tumpe (popok), tilam, bantal dan tali ayun (tali ayunan).
4.      Peusijuek Dapu
Upacara peusijuek dapu (setawar sedingin tempat berdiang) dilakukan oleh orang tua dan ahli famili dari orang tua suami, yaitu orang tua pihak suami menyunting ketan kepada menantunya yang perempuan dengan uang Teumeutuek dan disertai dengan sepersalinan pakaian.
5.      Peutron Aneuk
Anak yang telah berumur 44 hari tersebut diturunkan kehalaman dengan dipayungi dan kaki anak tersebut diinjakkan ke tanah (peugiho tanoh). Pada upacara ini diatas kepala si anak dibelah Buah Kelapa dengan alas kain putih yang dipegang oleh 4 orang. Kelapa yang telah dibelah tersebut, sebelah diberikan kepada pihak orang tua suami dan sebelah lagi diberikan kepada pihak orang tua si istri, dengan tujuan supaya kedua belah pihak tetap kekal dalam persatuan, rukun damai, kompak dan teguh dalam persaudaraan.
6.      Sunat Rasul (Khitan)
Sunat Rasul dilakukan setelah anak berumur antara 10 sampai 13 tahun. Anak tersebut diberi berpakaian adat didudukkan diatas pelaminan dimana diadakan acara Peusijeuk dengan setawar sedingin, beras padi serta dipesunting dengan ketan oleh kaum kerabat pihak ayah dan ibu serta teumeuntuk (pemeberian) uang oleh kaum kerabat. Selain itu juga ada teumeuntuk uang dari pihak tamu yang diundang kepada orang tua si anak.
7.      Ba Ranub
Pada hari yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak maka datanglah serombongan orang tua-tua dari pihak lelaki kepada pihak orang tua perempuan dengan membawa sirih penguat ikatan (ranub kong haba), yaitu sirih lengkap dengan alat-alatnya dalam cerana, pisang talon (Pisang Raja dan Wajib 1 Talam), ada juga yang disertakan kain baju.
Selain itu juga dibawa benda mas 1 atau 2 mayam dengan ketentuan menurut adat kalau ikatan ini putus disebabkan oleh pihak lelaki yang memutuskannya, maka tanda mas tersebut hilang. Tetapi kalau ikatan putus disebabkan karena pihak perempuan yang memutuskannya, maka tanda mas tersebut harus dikembalikan dengan dua kali ganda.
8.      Woe Linto
Pada upacara mempelai Linto diberi berpakaian Adat dan dihantar ke rumah Dara Baro beramai-ramai, dengan didahului oleh orang tua yang bijak, dan Linto diapit oleh anak-anak muda yang sebaya. Di halaman rumah Dara Baro rombongan Linto dijemput (dinantikan) oleh orang tua dari pihak Linto diberi salam dengan kata-kata bersanjak yang disambut pula dengan kata-kata halus bersanjak oleh pihak Dara Baro.
9.      Tueng Dara Baro
Dara Baro dijemput oleh ibu Linto dengan ranub Batee dan Dara Baro dibawa ketempat Linto. Sesampainya di rumah Linto diadakan upacara, yaitu Peusijeuk Dara Baro dan Teumeutuek kepada Dara Baro yang dilakukan oleh ibu dan kerabat Linto. Tangan Linto dan Dara Baro dimasukkan ke dalam empang beras dan empang garam, sebagai ganti memberi tahu bahwa ini adalah rumahnya sendiri dan tahu dimana beras dan garam untuk perjanjian di masa-masa mendatang. Bawaan dari Dara Baro sewaktu pergi kerumah Linto adalah kue-kue Adat 3 hidang yang terdiri dari wajeb, dodoi, meusekat dan kue-kue kering lainnya serta ranub bate, kue-kue bawaan Daro Baro tersebut, oleh ibu Linto dibagi-bagikan kepada kerabat dan tetangga.
10.  Khanduri Ureueng Matee
Khanduri ureueng matee atau kenduri orang meninggal merupakan suatu adat kebiasaan yang masih hidup sampai kini dalam  masyarakat  Gampong Meunasah Dayah Blang Seurekuy Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara. Setelah selesai upacara penguburan mulai dari hari pertama sampai dengan hari keenam mayat dalam kuburan, upacara-upacara yang dapat digolongkan besar tidak diadakan. Pada malam pertama biasanya diadakan acara kenduri yang dihadiri oleh para undangan tertentu atau tidak dihadiri oleh seluruh warga gampong, yang hadir biasanya teungku peutua meunasah, keuchik, pemuka masyarakat gampong dan beberapa warga yang terlibat langsung dalam proses pemakaman orang yang meninggal. Baru pada malam kedua sampai dengan keenamnya dilakukan tahlilan yang diikuti baik oleh warga gampong maupun warga gampong lain yang dating secara berombongan.
11.  Pesijuk
 Orang-orang melakukan pesijuk untuk keadaan  seperti :
a.       Pesijuk kendaraan baru
b.      Pesijuk rumah baru
c.       Pesijuk sebelum sunat
d.      Pesijuk bila ada kecelakaan
e.       Peusijuk Bijeh
f.       Pesijuk dara baro dan linto baro


Tidak ada komentar:

Posting Komentar